SHARE
Gambar 2. Ilustrasi perubahan tekanan pori yang tidak normal (overpressure/underpressure) (Amoco, tanpa tahun)

Oleh : Eka Dhamayanti

Istilah tekanan bukan merupakan kata yang asing. Tekanan secara sederhana didefinisikan sebagai gaya per satuan luas. Batuan dibawah permukaan, mengalami tegangan-tegangan utama dan arah yang berbeda-beda, tegangan tersebut menghasilkan tensor tegangan yang berbeda pula, dimana dalam kasus ini tegangan merupakan besaran vektor. Ada beberapa jenis tekanan dan tegangan yang bekerja dibawah kaki kita lho. Apa sajakah mereka ?

Yang pertama adalah tekanan hidrostatik. Tekanan hidrostatis didefinisikan sebagai tekanan yang dihasilkan oleh kolom fluida statis yang besarnya sama ke segala arah.  Ukuran dan geometri kolom fluida ini tidak mempengaruhi besarnya tekanan hidrostatik. Tekanan hidrostatik sama dengan jumlah dari densitas fluida rata-rata dan tinggi vertikalnya. Rumus dari tekanan hidrostatik adalah sebagai berikut [1]:

Ph = ρgh

Ph        = tekanan  hidrostatik (Pascal)

ρ          = densitas rerata fluida (kg/m3)

g          = akselerasi gravitasi (umumnya 9,81 m/s2)

h          = tinggi vertikal kolom fluida (m)

Kedua adalah tekanan pori. Tekanan pori merupakan besaran skalar dari potensi hidraulik yang bekerja pada pori yang saling berhubungan dibawah permukaan bumi. Pada kondisi normal, tekanan pori didefinisikan sebagai tekanan hidrostatik (hydrostatic pore pressure / Pphydro) yang nilainya meningkat sebesar 10 Mpa/km atau 0,44 psi/ft [1], besaran tersebut dapat berubah sesuai dengan densitas fluida. Pada proses pembebanan normal akibat deposisi sedimen, tekanan pori dapat disamaartikan dengan tekanan hidrostatik (normal pressure).

Gambar 1 . Ilustrasi peningkatan tekanan pori seiring dengan bertambahnya kedalaman (Amoco, tanpa tahun)
Gambar 1 . Ilustrasi peningkatan tekanan pori seiring dengan bertambahnya kedalaman (Amoco, tanpa tahun)

Apabila fluida tidak dapat keluar dari pori, maka tekanan pori akan meningkat secara dramatis dibandingkan tekanan normal (normal pressure).

Gambar 2. Ilustrasi perubahan tekanan pori yang tidak normal (overpressure/underpressure) (Amoco, tanpa tahun)
Gambar 2. Ilustrasi perubahan tekanan pori yang tidak normal (overpressure/underpressure) (Amoco, tanpa tahun)

Pada reservoar dikenal tiga kondisi tekanan pori atau tekanan formasi yaitu kondisi tekanan normal, subnormal, dan overpressure.

  • Kondisi normal pressure atau hidrostatic pressure

Kondisi normal pressure atau hidrostatic pressure terjadi ketika tekanan pori seimbang dengan tekanan hidrostatik. Kondisi ini terjadi ketika porositas batuan semakin kecil dengan bertambahnya kedalaman akibat efek kompaksi. Untuk menjaga keseimbangan dalam formasi maka terdapat fluida yang keluar melalui pori dan tidak ada yang menghalangi jalan keluarnya fluida tersebut.

  • Kondisi overpressure

Kondisi overpressure terjadi ketika mekanisme yang terjadi pada normal pressure tidak terjadi. Fluida tidak dapat keluar dari ruang pori sehingga terjadi undercompaction. Akibat adanya penambahan tekanan dari proses burial dan fluida tidak dapat keluar maka tekanan akan ditopang oleh butir dan fluida di dalam batuan, fluida akan menopang tekanan lebih besar sehingga terjadi kondisi overpressure. Dalam grafik (lihat Gambar 2), kondisi overpressure dapat terlihat jika gradien tekanan formasi ada di sebelah kanan tekanan normal. Kondisi geologi yang mempengaruhi terjadinya overpressure adalah ketika terjadi pengendapan sedimen yang sangat cepat dan dalam jumlah signifikan dalam waktu yang sangat lama sehingga batuan mengalami kompaksi yang tidak normal (undercompaction). Umumnya hal ini terjadi apabila batu serpih/lempung lebih dominan di banding batupasir, karena permeabilitas betuserpih/ batulempung yang kecil sehingga fluida tidak dapat mengalir keluar. Lingkungan pengendapan yang dapat mengakomodasi kondisi overpressure umumnya adalah delta dan laut dalam.

  • Kondisi Sub normal/depleted

Kondisi Sub normal/depleted merupakan kondisi tekanan formasi di bawah kondisi tekanan hidrostatik. Biasanya kondisi ini terjadi akibat di dalam formasi tersebut telah dilakukan eksploitasi/produksi hidrokarbon sehingga kondisi tekanannya di bawah normal.

Secara konsep, tekanan yang membebani tekanan pori adalah tegangan litostatik (total stress / vertical stress / overburden stress / Sv). Tegangan litostatik merupakan tegangan yang mengenai suatu formasi pada kedalaman tertentu akibat berat total dari batuan dan fluida yang berada di atas kedalaman tersebut.  Tegangan litostatik merupakan kombinasi dari densitas matriks, porositas, dan densitas fluida yang terkandung didalam pori. Dengan mengacu bahwa densitas massa batuan rata-rata (average bulk density) dibawah 4 hingga 5 km adalah 2,3 g/cm3, maka dapat ditentukan bahwa gradien litostatik adalah 1 psi/ft. [2]

Selain menekan batuan secara vertikal, tegangan litostatik juga memberikan tegangan horizontal pada batuan disekitarnya. Pada kondisi normal, tegangan horizontal (SH Sh) memiliki besaran yang sama. Namun pada daerah pemboran yang berdekatan dengan struktur masif seperti salt dome atau pada daerah tektonik aktif, tegangan horizontal akan memiliki nilai yang berbeda yaitu tegangan minimum (Sh) dan tegangan maksimum (SH).

Tegangan efektif (effective stress) merupakan selisih antara tegangan litostatik (tegangan yang diakibatkan oleh pembebanan sedimen/overburden secara vertikal) terhadap tekanan pori [1] yang dirumuskan sebagai berikut :

σ = S – Pp

σ          = effective stress

S          = tegangan litostatik

Pp        = tekanan pori

Porositas merupakan volume pori yang terdapat didalam batuan. Peningkatan porositas mengindikasikan peningkatan dari volume fluida didalam batuan, sedangkan volume matriks dalam batuan mengalami penurunan. Pada keadaan normal, seiring dengan bertambahnya kedalaman, nilai porositas akan semakin menurun akibat kompaksi dan keluarnya fluida dari pori batuan.

Gambar 3. Ilustrasi penurunan porositas seiring dengan bertambahnya kedalaman (Amoco, tanpa tahun)
Gambar 3. Ilustrasi penurunan porositas seiring dengan bertambahnya kedalaman (Amoco, tanpa tahun)
Gambar 4. Hubungan antara tekanan formasi dan porositas dimana overpressure berkembang. Terdapat lineasi dari penurunan tekanan efektif sebagai efek dari pembebanan dan reduksi porositas (b, After Burrus 1998). Jika overpressure berkembang pada kedalaman C, maka tegangan efektif vertikal akan lebih kecil dibanding tekanan pori atau hidrostatik. (Zoback, 2007)
Gambar 4. Hubungan antara tekanan formasi dan porositas dimana overpressure berkembang. Terdapat lineasi dari penurunan tekanan efektif sebagai efek dari pembebanan dan reduksi porositas (b, After Burrus 1998). Jika overpressure berkembang pada kedalaman C, maka tegangan efektif vertikal akan lebih kecil dibanding tekanan pori atau hidrostatik. (Zoback, 2007)

Pengurangan porositas dengan bertambahnya kedalaman disebabkan oleh peristiwa kompaksi. Kompaksi merupakan proses diagenesis yang dimulai segera saat pengendapan dimulai dan berlanjut selama proses pengendapan berlangsung sampai kedalaman 9.000 m (30.000 ft) atau lebih.[3] Kompaksi menyebabkan penurunan porositas dan peningkatan densitas total batuan. Jenis litologi yang berbeda akan memiliki tren kompaksi yang berbeda pula, sebagai contoh kompaksi pasir memiliki penurunan porositas dan permeabilitas yang kecil dan bersifat elastis dibandingkan dengan lempung yang memiliki penurunan porositas dan permeabilitas yang permanen, sedangkan batuan karbonat memiliki variasi tren kompaksi tergantung pada plastisitas batuan. Kompaksi pada batuan sedimen akibat beban yang ada diatas sedimen tersebut merupakan proses geologi yang penting. Selama proses kompaksi berlangsung, sifat batuan juga ikut berubah, hal ini tercermin dengan jelas pada perubahan densitas, porositas, permeabilitas dan ketebalan batuan. Kompaksi normal diasumsikan berkembang pada batuan berpori yang terkompaksi secara normal seiring dengan bertambahnya kedalaman. Tren kompaksi normal dapat diprediksi dengan menganalisis perubahan porositas batuan. Beberapa ahli telah memodelkan reduksi porositas untuk mengetahui tren kompaksi normal.

Kenapa identifikasi porositas dan kompaksi normal menjadi penting? Telah dibahas pada paragraf sebelumnya bahwa terdapat tiga kondisi tekanan di bawah permukaan yaitu kondisi normal, overpressure, atau underpressure. Indentifikasi kondisi tekanan tersebut dapat dilakukan dengan menganalisis tren perubahan porositas dengan bertambahnya kedalaman. Pada kondisi normal, porositas akan berkurang dengan bertambahnya kedalaman, namun apabila kita menemukan kondisi abnormal dimana porositas malah bertambah dengan bertambahnya kedalaman jelas kita harus menaruh kecurigaan. Peningkatan porositas ini hanya bisa terjadi apabila kondisi tekanan dibawah permukaan melebihi tekanan hidrostatik atau lebih kita kenal dengan kondisi overpressure. Analisis overpressure menjadi hal yang vital karena memiliki banyak manfaat baik dalam desain pemboran yang aman maupun untuk mengidentifikasi kondisi reservoar. Reservoar yang dalam secara normal seharusnya memiliki porositas yang kecil apabila mengalami kompaksi normal, namun di beberapa cekungan porositas reservoar masih cukup tinggi untuk dapat menyimpan fluida baik air maupun hidrokarbon, hal ini tidak lain karena jasa dari overpressure yang telah menyelamatkan porositas reservoar. Overpressure juga menjadi sangat berbahaya apabila tidak diidentifikasi secara detail, pelajaran nyata yang dapat kita ambil dari bencana Lumpur Sidoarjo (LUSI), terlepas dari faktor apa yang memicu lumpur untuk naik ke permukaan, hal tersebut tidak akan terjadi apabila kondisi tekanan dibawah permukaan dalam keadaan normal, sehingga dapat kita tarik kesimpulan mendasar bahwa LUSI merupakan manifestasi overpressure dalam skala besar.

 

Referensi

[1] Zoback, M. D., 2007. Reservoar Geomechanics. Cambridge : University Press.

[2] Chapman, R. E., 1994. Abnormal pore pressure: essential teory, possibe causes, and sliding. Dalam Fertl, W. H., Chapman, R. E., dan Hottz, R. F. (eds.), Studies in Abnormal Pressure. Amsterdam : Elsevier Science.

[3] Chapman, Richard E. 1976. Petroleum Geology a Concise Study. Amsterdam : Elsevier Scientific Publishing Company

 

Sumber gambar :

Amoco, tanpa tahun. Wellbore Stability. Drilling Handbook. EPTC.

SHARE
Previous articleARSEN : Unsur Karsinogen Penghuni Panasbumi Dieng
Next articleAsal Mula Overpressure
Tulisan dari kontributor tamu | Isi tulisan sepenuhnya tanggung jawab penulis | Ingin tulisan dimuat di belajargeologi.com? Kirim ke info.belajargeologi@gmail.com | Mengagumi, Belajar, & Menginspirasi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.