Oleh : Zunarto Saputra
Sundaland (van Bemmelen, 1949 ; Hutchison, 1973,1989) adalah inti dari kerak benua Asia Tenggara. Secara fisiografis, Sundaland meliputi Paparan Sunda (Sunda Shelf) berserta daratan lain seperti Semenanjung Malaya, Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi bagian barat dan Serawak (Gambar 1). Pada bagian barat dan selatan dibatasi oleh palung Sunda dan Jawa. Dibagian timur laut dibatasi oleh Red River Shear Zone, sedangkan dibagian barat laut dibatasi oleh Blok Burma sepanjang suture pada periode cretaceous dan zona ofiolit (Hutchison, 1975). Adapun batas pada bagian timur sering menjadi perdebatan. Sebagian pakar menarik batasnya mulai dari Barat Jawa, menuju timur laut hingga Kalimantan lalu menerus ke Laut Cina Selatan. Namun, sekarang kita telah mengetahui bahwa batas timur sundaland ialah dimulai dari Timur Jawa menuju Barat Sulawesi bahkan mencakup Flores dan Sumba (Hall, 2014)
Sampai saat ini, ada beberapa konsep tektonik perkembangan Daratan Sunda. Konsep pertama dimana mengatakan bahwa Perkembanan tektonik Daratan Sunda sebagai produk daripada pertemuan dan penyusupan lempeng yang berlangsung secara bertahap sejak Perm sampai sekarang, antara lempng Hindia-Australia, Eurasia dan Pasifik. Katili (1974) menjelaskan sejarah perkembangan tektonik dari Indonesia berdasarkan model tektonik lempeng, dengan cara mengenali kembali lokasi-lokasi dari jalur-jalur subduksi dan daerah-daerah yang mempunyai kegiatan magma kalk-alkalin.
Selanjutnya Dally 1991, mengutarakan bahwa sejak 70 – 55 Ma daratan Sunda merupakan bagian daripada Asia Tenggara, dikelilingi oleh jalur-jalur subduksi antara lempeng Hindia-Australia di Selatan dan lempeng Pasifik di utara. Dan yang terakhir, konsep yang mengatakan bahwa Daratan Sunda berasal dari unsur Pangea dan Gondwana, dimana konsep ini menjelaskan Daratan Sunda yang terdiri dari suatu komplek berupa pola mosaic dari beberapa lempeng mikro yang saling bergerak satu terhadap lainnya. Pulunggono dan Cameron pada tahun 1984 membahas lebih jauh mengenai konsep ini.
Disamping itu, event tektonik yang berpengaruh terhadap wilayah sundaland dan Asia Tenggara ialah tumbukan antara India-Eurasia pada 45 Ma. Molnar dan Tapponier (1975), Tapponier et al (1982) menjelaskan dengan sangat elegen konsep extrusion tectonic yang terjadi akibat tumbukan India-Eurasia. Mereka menyimpulkan bahwa ada beberapa fenomena yang terjadi pada saat tumbukan, terutama yang berasosiasi dengan continental collision dan didominasi oleh sesar mendatar yang kemudian dinamakan extrusion tectonic atau istilah tectonic escape yang diusulkan oleh Burke dan Sengor (1986) dalam Satyana 2006 (Gambar 2).
Satyana (2006) menjelaskan bahwa terminology ”escape tectonic” (“extrusion tectonic”) merujuk pada pergerakan lateral dari blok-blok geologi yang terhubung atau terikat oleh patahan (fault-bounded) sebagai akibat dari tumbukan atau kompresi. Pergerakan ekstrusi ini dapat terjadi pada semua skala, mulai dari patahan yang berskala kecil, dengan hanya berukuran pergeseran sebesar centimeter atau meter, hingga patahan kerak bumi berskala besar, dengan pergeseran hingga kilometer.
Pada gambar 2 dapat dilihat ilustrasi dari peristiwa tumbukan India-Eurasia. Akibat dari tumbukan ini menyebabkan deformasi yang meliputi pergeseran-pergeseran melalui sesar-sesar mendatar yang berukuran raksasa, di antaranya bagian tepi dari Asia Tenggara bergeser ke tenggara, termasuk sesar Sumatra (Semangko), bagian tepi Timur Asia bergeser ke Timur.
Evolusi Sundaland
Hall (2008, 2012) dan yang terbaru pada tahun 2014 saat pertemuan tahunan MGEI di Palembang telah merekonstruksi keterbentukan Sundaland. Konsep yang diajukannya tentu didukung juga oleh pendapat beberapa peneliti sebelumnya. Secara umum perkembangan Sundaland dibagi menjadi dua fase : Fase pertama pada masa Permian – Trias, dan Fase kedua pada masa Jura-Cretaceous. Berikut tahapan evolusi Sundaland secara garis besarnya :
Permian-Trias
Pada umur ini kita akan menemukan bagian tertua dari pada Sundaland, yaitu Malaysia dan Sumatera yang berkumpul pada akhir Paleozoik dan Trias seperti yang digambarkan oleh Metcalfe (2011). Pada gambar 3 menunjukkan penampang yang dibuat oleh Sevastjanova (2011) yang mengilustrasikan model subduksi periode Perm-Trias pada Paleo-Tethys Ocean dan tumbukan (kolisi) antara Sibumasu terhadap Malaya Timur . Kita perhatikan pada gambar, dimulai sejak Awal Perm sampai akhir Perm terjadi pergerakan Sibumasu menuju Malaya Timur dimana pada waktu bersamaan proses subduksi pada Paleo-Tethys terus terjadi. Memasuki awal trias, terjadi tumbukan (kolisi) antara blok sibumasu dengan Malaya Timur yang menyebabkan banyak proses magmatisme granitoid pada area ini.
Pada periode setelah Trias, terjadi penunjaman (subduksi) ke arah barat pada lempeng Pasifik dibagian Asia Timur (Gambar 4 ) hingga awal Cretaceous akhir. Aktivitas penunjaman ini menghasilkan komplek akresi dibeberapa tempat seperti pada Sarawak, bagian offshore daratan Luconia-Dangerous, dan kemungkinan Palawan, timur laut Sundaland.
Hall (2009,2011,2012) menginterpretasikan Bahwa SW Borneo sebagai bagian dari Blok Banda dan kerak yang melandasi Sabah bagian timur sert NW Sulawesi berpisah dari Australia pada masa Jura lalu mengalami akresi dengan Sundaland pada awal Cretaceous sekitar 115 dan 110 Juta tahun lalu sepanjang kelurusan Biliton yang memanjang ke arah selatan dari Laut Natuna (Ben-Avraham dan Emery, 1973).
East Java-West Sulawesi (EJWS) diinterpretasikan sebagia bagian dari Blok Argo dan memisahkan diri dari Australia pada masa Jura. Blok East Java-West Sulawesi bersama dengan Blok Sabah-NW Sulawesi bersatu dengan Asia Tenggara sekitar 90 juta tahun lalu dan tumbukan ini ditandai oleh suture yang memanjang dari Barat Jawa melalui Pegunungan Meratus ke arah utara (Hamilton, 1979; Parkinson et al,1998). Pada waktu bersamaan dengan tumbukan ini, Woyla intra-oceanic arc mengalami tumbukan (kolisi) dengan Sumatera pada bagian barat Sundaland (Barber, et al 2005).
Pada periode setelah Jura sebagian besar Indochina hingga ke selatan meliputi Semenanjung Thai-Malaya dan beberapa bagian dari Paparan Sunda termasuk Sumatera yang sebelumnya merupakan daratan yang telah ada, mengalami proses subduksi (penunjaman). Pada masa ini, aktivitas vulkanisme berlangsung cukup masiv. Clements tahun 2011 mengatakan bahwa subduksi pada awal cretaceous akhir mempunyai kontribusi besar terhadap pengangkatan pada sundaland, ditandai oleh ketidakselarasan regional.
Inilah tahap akhir dari pembentukan formasi atau bagian dari Sundaland saat ini. Batuan-batuan yang berada dibawah ketidakselarasan regional tadi adalah berumur cretaceous atau batuan yang relative lebih tua dibandingkan batuan yang berada diatas ketidakselarasan (berumur eosin atau lebih muda) akanberumur lebih muda, dimana jeda waktu pada ketidakselarasan ini lebih dari 80 juta tahun (Clements et al, 2011). Batuan-batuan yang ditemukan sangat terbatas namun memberikan informasi bahwa seperti pada Sarawak dan NW Borneo didominasi oleh endapan klastik terrestrial lingkungan sungai, kecuali pada bagian ekstrem wilayah Sarawak, Sabah, Barat Sulawesi dan kemungkinan offshore timur Jawa ditemukan bukti-bukti tipekal endapan laut dalam.
Sekali lagi dapat disimpulkan bahwa perkembangan Sundaland dibagi menjadi dua fase : Fase pertama pada masa Permian – Trias, dan Fase kedua pada masa Jura-Cretaceous. Tulisan ini dibuat sebagai pengantar untuk membahas sejarah perkembangan tektonik di wilayah Indonesia. Penulis berpendapat pemahaman secara garis besar mengenai tektonik pada wilayah Sundaland akan membantu kita dalam mempelajari tektonik pada wilayah Indonesia.
Referensi :
Barber, A.J., Crow, M.J., Millsom ,J. S. (2005): Sumatra: Geology, Rescources and Tectonics Evo lution, The Geological Society London, UK, London.
Clements, B. dan Hall, R. (2007): Cretaceous to Late Miocene stratigraphic and tectonic evolu tion of West Java, Indonesia. In: Indonesian Petroleum Association, Proceedings 31st Annual Convention, 87–104.
Hall, R. 2012. Late Jurassic-Cenozoic Reconstruction of The Indonesian Region abd The Indian Ocean. Tectonophysics 570-571.
Hall, R.2014. The Origin of Sundaland. Proceedings Of Sundaland Resources 2014 Mgei Annual Convention. 17-18 November 2014, Palembang, South Sumatra, Indonesia
Satyana, 2006. Post-Collisional Tectonic Escapes In Indonesia : Fashioning The Cenozoic History. PROCEEDINGS PIT IAGI RIAU 2006 The 35th IAGI Annual Convention and Exhibition Pekanbaru – Riau, 21 – 22 November 2006
Hamilton, W. (1979): Tectonics of the Indonesian Region, U.S. Geological Survey Professional Paper, 1078, 345.
Pulunggono dan Martodjojo, S. (1994): Perubahan Tektonik Paleogene-Neogene Merupakan Peristiwa Terpenting di Jawa, Proc. Geol dan Geotektonik P. Jawa sejak akhir Mesozoik hingga Kuarter, Yogyakarta, 37-50.