SHARE
oil drop
Beberapa berita yang menggambarkan jatuhnya harga minyak dunia yang berimbas pada turunnya lapangan pekerjaan untuk lulusan geologi

Oleh : Hafiz Fatah

Kemarau gersang menghantam industri migas di seluruh dunia. Perusahaan-perusahaan besar panik, perusahaan-perusahaan kecil kolaps. Kerajaan minyak yang berpuluh tahun mengenyam kejayaan di industri bahan bakar fosil itu tiba-tiba menjelma menjadi berdarah dingin dalam memotong tali tempat puluhan ribu karyawannya menggantungkan hidup.

Pekerja kontrak memlih resign, mendirikan usaha berbekal modal tabungan dari proyek eksplorasi yang hanya terjadi setahun sekali. Bekas-bekas mahasiswa yang mematangkan dirinya dalam karbit-karbit pengetahuan tentang migas selama 4-5 tahun, termangu-mangu kebingungan. Ribuan sarjana-sarjana yang telah siap menempuh dunia kerja ini tertegun tertahan mendapati nihilnya serapan kerja di tubuh-tubuh intansi yang didambakan.

Konon kabarnya hal ini disebabkan oleh fenomena yang terjadi di negeri-negeri di seberang lautan. Gejolak ekonomi dan politik antar negeri penghasil minyak mengakibatkan harga minyak anjlok hingga hampir setara dengan es teh. Amerika Serikat tiba-tiba bisa menggenjot produksinya berlipat-lipat sampai menjadi produsen yang terbesar di muka bumi. Ladang-ladang minyak batulempungnya memberikan sumbangan yang signifikan dalam timbunan cadangan yang mereka punya, berkat keberhasilan eksploitasi menggunakan teknologi terbaru. AS dilaporkan mampu mencatat kenaikan produksi sebesar satu juta barel per hari dalam kurun waktu kurang dari satu tahun.

Negara-negara yang tergabung dalam OPEC sempat cemas melihat manuver AS, namun pada akhirnya enggan mengalah menurunkan produksi harga minyak sebab berbagai pertimbangan otak-otak kapitalisnya. Alhasil dunia ini menjadi lebih bergelimang minyak. Hukum ekonomi enggan berkompromi. Pesatnya kenaikan suplai produk yang tidak diimbangi dengan permintaan pasar pun sukses menjatuhkan harga diri minyak mentah dunia tersuruk ke titik terendahnya dalam enam tahun terakhir. Dari harga yang mendekati 150 USD per barel pada 2008 meluncur drastis menjadi hanya 50 USD per barel hari ini!

Tak pelak hal ini berdampak langsung pada para pekerja di sektor hulu migas. Biaya produksi dipangkas, kegiatan eksplorasi menjadi sangat terbatas. Terjadilah kemarau seperti yang diuraikan di atas.

***

Oke, begitulah keadaan dunia perminyakan saat ini. Mohon koreksinya bila  ada yang kurang tepat.

Lantas, bagaimana respon kita sebagai pelajar geologi? Bingung? Pasti. Itu wajar karena dunia migas adalah semacam dreamland yang di sanalah sebagian besar dari kita memasukkannya dalam rancangan masa depan, bahkan sebagai label yang dengannya kita harapkan akan mudah meyakinkan calon mertua. Coba bayangkan sebuah percakapan! Saya tidak menulisnya di sini sebab hanya akan membatasi imajinasi.

Sementara itu, dunia tambang tampaknya tak jauh beda. Tambang logam masih dilanda ketidakpastian terkait persoalan smelter. Apalagi batubara, alternatif sumber energi yang kehilangan animo pasar setelah harga BBM menjadi lebih terjangkau. Keduanya lesu.

Tapi sudahlah, semoga kita tidak terlalu lama terjebak dalam kebimbangan karena setidaknya, di depan kita masih tersedia pilihan-pilihan. Apa saja? Mari kita bahas hal-hal apa yang dapat dipilih oleh mahasiswa geologi setelah lulus selain di bidang perminyakan dan pertambangan.

Pilihan pertama, tekuni bidang geologi lingkungan. Keahlian geologi yang berkaitan dengan air tanah dibutuhkan tak hanya oleh perusahaan-perusahaan penjual produk air mineral, namun juga perusahaan tambang untuk membuang air di dinding pit, atau pengembang properti di perkotaan seperti apartemen yang membutuhkan banyak sumber daya air. Dan hei, pernahkah kamu dengan konsep geologimu coba memikirkan bagaimana caranya mengatasi kekeringan yang banyak diberitakan di tivi-tivi itu?

Geologi untuk kepentingan keteknikan juga tampak menjanjikan untuk diseriusi. Tanah longsor adalah bencana alam yang bisa dikenali dan dicegah. Pemerintah membutuhkan ahli geologi teknik untuk mitigasi bencana dan perencanaan wilayah, perusahaan tambang membutuhkan untuk mencegah longsor di lubang ekskavasi atau terowongan yang mereka buat. Belum lagi,  geologi teknik juga merupakan aspek penting dalam pembangunan bendungan atau jalan raya.

Pilihan selanjutnya, get out of the comfort zone and be a geopreneur. Seberapa sering jalan wirausaha terlintas di benak kita? Barangkali masih sangat jarang, tapi inilah pilihan yang juga menyediakan banyak peluang. Menjadi pengusaha di bidang geologi memudahkanmu terlibat dalam proyek-proyek geologi teknik dan pertambangan, atau bahkan pendidikan geologi dan geowisata. Pernahkah merasa begitu takjub pada obyek geologi yang sekilas tampak biasa saja namun ternyata menyimpan selaksa cerita? Mengapa tak kita tawarkan pada khalayak umum untuk merasakan experience yang sama melalui bisnis pariwisata?

Pilihan berikutnya adalah do research, take a master degree. Memperdalam ilmu geologi di pendidikan formal dan menelurkan karya ilmiah barangkali sudah menjadi rencana awal kebanyakan dari kita. Namun menjalaninya segera setelah lulus, barangkali baru begitu menggiurkan semenjak dunia industry terasa bergitu berat untuk ditembus. Hanya saja, keputusan untuk kuliah lagi di jenjang yang lebih tinggi hendaknya disertai dengan visi yang matang. Jangan kuliah S2 hanya karena tidak ada pilihan lain. Kita kuliah karena memang dengan jalan itu kita dapat berbuat lebih banyak.

Pertanyaannya adalah, haruskah kita setia dengan geologi atau berpindah ke lain bidang? Pilihan kedua dan ketiga membuka lebar kemungkinan ini. Seorang sarjana geologi dapat melanjutkan S2-nya ke program studi yang berbeda. Apalagi jika memilih menjadi pengusaha, pilihan yang ada akan jauh lebih luas.

Untuk menjawabnya, ada dua faktor utama yang perlu dipertimbangkan, yaitu faktor dari dalam dan dari luar diri.  Faktor dari dalam berhubungan dengan minat dan bakat yang dimiliki, sedangkan faktor dari luar berhubungan dengan kebutuhan di masyarakat.

Pilihan akhir nantinya akan ada di tangan masing-masing, namun sebagai bahan pertimbangan, Prof Dwikorita Karnawati, rektor UGM yang juga seorang ahli geologi itu di suatu kesempatan mengatakan bahwa tantangan Indonesia ke depan terutama ada di bidang energi, pangan, papan, infrastruktur, teknologi informasi, dan pemerataan pendidikan. Lulusan jurusan geologi tentunya masih sangat dibutuhkan perannya di bidang energi dan infrastruktur.

Faktor kebutuhan masyarakat tersebut selayaknya patut dipertimbangkan karena selain membuka peluang kerja yang besar, sarjana geologi juga lebih berkesempatan untuk tidak hanya selesai dengan dirinya sendiri, namun juga ikut andil dalam memberikan solusi bagi bangsa.

***

Saya tidak mengatakan bahwa sama sekali tidak ada peluang lagi untuk menjadi pekerja minyak dan tambang. Barangkali masih ada, tapi kondisinya jelas sudah jauh berbeda dari beberapa tahun lalu waktu kita memutuskan memilih kuliah di jurusan di teknik geologi. Artinya, hari ini kita dituntut untuk lebih terbuka dan jeli melihat peluang lain yang selama ini belum banyak diupayakan.

Jangan terlalu cepat menyerah dengan keadaan. Orang lapangan mestinya sudah terbiasa berhadapan dengan situasi yang tidak diinginkan. Rencana kerja yang sudah disusun matang-matang sebelum berangkat sering kali berantakan di tengah jalan. Ada saja penyebabnya, lantaran banyak hambatan di lapangan yang sulit diprediksi. Bagaimanapun juga pada akhirnya  pekerjaan harus tetap diselesaikan  dengan beradaptasi ke plan B, plan C, dan seterusnya.

Mari nyalakan lagi bara optimisme. Segeralah lulus, segeralah berkarya. Jangan menunda kelulusan hanya karena tak tahu mau berbuat apa. Malu kita sama batu-batu yang sudah dipukul-pukul atau tanaman kacang yang tak sengaja terinjak-injak sewaktu kuliah lapangan demi alasan kebaikan masa depan.

We are geologists, if there’s no way, we make a way.

2 COMMENTS

  1. Ada hal yang diluar sana sudah sangat umum dilakukan adalah, data real, atau mungkin statistik dari sensus ketersediaan pekerjaan geologi di Indonesia, bagaimana si sebenarnya, saya rasa terlalu mengawang-ngawang kalau hanya penjelasan deskriptif tanpa memberikan gambaran konkrit real di lapangan. Apalagi semakin hari banyak sekali kampus yang membuka jurusan Geologi, mau ditaruh dimana mereka? IAGI?, sepertinya sudah sangat kecewa dengan IAGI ini, saya harap memang merekalah harusnya yang memberikan data, karena merekalah yang paling dianggap bisa dari sisi jaringan maupun kompetensinya. Tapi sudahlah, mungkin mereka sedang main mata membantu nusa dan bangsa dengan competent person-nya.

Leave a Reply to hisyam Cancel reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.