
Beberapa hari lalu (26/2) masyarakat Wonosobo dihebohkan dengan banjir yang melanda Dataran Tinggi Dieng. Banjir jarang terjadi pada kawasan langganan longsor ini karena lokasinya yang berada di ketinggian 2093 mdpl. Bagaimana kemudian banjir dapat terjadi di dataran tinggi?
Musibah banjir ini ternyata merupakan dampak sekunder dari peristiwa longsor yang membawa material dari Gunung Prau. Material longsor menutup tubuh Sungai Serayu. Akibatnya, aliran sungai meluap, lantas menyapu pemukiman dan lahan pertanian dalam seketika sehingga ratusan warga harus dievakuasi hingga banjir mulai surut.
Sebagai negara tropis, secara alamiah Indonesia dihadapkan pada permasalahan bencana longsor. Curah hujan yang tinggi membuat proses pembentukan tanah (pedogenesis) sangat intensif. Material tanah yang terbentuk pada kawasan dengan morfologi curam dan tidak diikat oleh vegetasi berakar dalam akan sangat mudah mengalami pergerakan.

Tidak sedikit kerugian yang diakibatkan oleh bencana longsor baik secara material bahkan hingga menimbulkan korban jiwa. Maka dari itu, pemerintah dalam hal ini Badan Nasional Penanggulangan Bencana perlu lebih bekerja keras dalam mengkaji dan mengedukasi masyarakat, terutama sebelum dan sesudah bencana terjadi.

Dieng secara administratif termasuk kawasan Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara. Daerah ini memang menjadi kawasan langganan bencana longsor dari tahun ke tahun. Data yang berhasil dihimpun pada tahun 2014 lalu, pada Kabupaten Wonosobo terdapat 116 titik longsor di 37 desa yang mengakibatkan kerugian hingga mencapai 13,7 milyar.

Kawasan Dieng sebagai kompleks volkanik banyak di dominasi oleh lava andesit-piroksen dari hasil letusan gunungapi yang membentuk Kaldera Dieng purba. Lava andesit-piroksen ini kaya akan mineral mineral plagioklas dan ortoklas yang sangat mudah terubah menjadi mineral lempung baik karena pelapukan di permukaan maupun karena aktivitas hidrotermal. Pembentukan mineral lempung yang intensif menjadi salah satu faktor alamiah terjadinya bencana longsor.

Namun beberapa ahli mengamati bahwa faktor antropogenik memiliki peran yang jauh lebih besar dalam memicu terjadinya bencana ini. Hizkia Respatiadi, Peneliti bidang Perdagangan dan Kesejahteraan Rakyat CIPS (Center for Indonesian Policy Studies) juga mengungkapkan hal yang serupa. Secara spesifik diungkapkan bahwa perubahan tata guna lahan dan perluasan kebun kentang menyebabkan berkurangnya lahan dengan tanaman penahan yang kuat. Dari tahun 2011 s/d 2015, total luas lahan kentang di Wonosobo meningkat 11% dari 3.088 hektare (ha) menjadi 3.431 ha.
Permasalahan ini menjadi dilematis, mengingat Dieng merupakan salah satu daerah yang sangat produktif menghasilkan kentang, terlebih secara ekonomis harga kentang sangat menjanjikan. Produksi kentang di Dieng juga mendapat dukungan yang kuat dari Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman yang pada Desember lalu (27/12/2016) melakukan kunjungan langsung ke Dieng. Pak Andi Amran menegaskan bahwa produksi kentang harus ditingkatkan agar pemerintah berhenti mengimpor kentang dan sebaliknya dalam waktu mendatang dapat mengekspor kentang ke Singapura dan Malaysia. Sebagai informasi tambahan di daerah Dieng yang berada pada kawasan Kabupaten Banjarnegara produksi kentang dapat mencapai 15 ton per ha.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Andriana, R. (2007) bahwa kondisi lingkungan di Dieng sudah sangat memprihatinkan. Alih fungsi lahan pada Kawasan Lindung Dataran Tinggi Dieng belum dapat dikontrol oleh PTRW (Perencanaan Tata Ruang Wilayah). Lapisan olah yang tipis dan besarnya laju erosi yang mencapai 463,86 ton/ha/th serta masifnya penanaman kentang juga menjadi pemicu kerusakan lingkungan.
Sekiranya banjir beberapa hari lalu menjadi peringatan bagi kita bersama, bahwa alam memiliki hak untuk dijaga dan dilestarikan. Sekiranya musibah longsor beberapa hari lalu memberikan hikmah pada kita, bahwa manusialah yang berkewajiban menyesuaikan diri dengan alam.
“Karena alam hanya akan mengekspresikan diri sesuai dengan perlakuan manusia terhadapnya.”
Referensi :
Andriana, R. 2007. Evaluasi Kawasan Lindung Dataran Tinggi Dieng Kabupaten Wonosobo. http://eprints.undip.ac.id/18791/1/RENI_ANDRIANA.pdf
Tonianto, 2015. Kimia Air Manifestasi Panasbumi dan Airtanah pada Kawasan Dataran Tinggi Dieng, Provinsi Jawa Tengah. Tidak dipublikasikan
http://news.rakyatku.com/read/32948/2016/12/28/kunjungan-ke-dieng-mentan-tegaskan-stop-impor-kentang
http://www.koran-sindo.com/news.php?r=5&n=21&date=2017-03-01
http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/17/02/26/olzpfe335-banjir-dan-longsor-landa-dieng