“Pengetahuan Geologi.—Praktis, namun terbatas”
Kalimat di atas adalah penilaian John Watson terhadap pengetahuan Sherlock Holmes tentang geologi. Watson bercerita bahwa Sherlock Holmes dapat membedakan satu tanah dengan tanah dari daerah lain. Dengan melihat percikan tanah yang menempel pada celana seseorang, Sherlock Holmes dapat menyimpulkan dari bagian London mana seseorang itu sebelumnya. Sherlock Holmes adalah detektif fiktif karya Sir Arthur Conan Doyle.

Di Jerman pada tahun 1904, seorang wanita bernama Eva Disch ditemukan tewas di sebuah perkebunan. Di tempat kejadian ditemukan satu saputangan. Pada saputangan ini ditemukan nasal mucus yang setelah diteliti mengandung partikel batubara, tembakau, dan yang paling menarik adalah pecahan mineral hornblenda. Pecahan mineral horndblenda yang sama kemudian ditemukan juga di kuku seseorang bernama Karl Laubach. Hal lain yang menarik adalah kesamaan jenis tanah yang menempel pada celana Laubach dan tanah yang berada di lokasi ditemukannya korban. Maka berdasarkan bukti-bukti ini pengadilan menetapkan Karl Laubach sebagai pelaku pembunuhan Eva Disch.
Sherlock Holmes, tentu saja, adalah tokoh fiktif, namun kasus yang Georg Popp tangani di paragraf kedua adalah kisah nyata. Georg Popp adalah seorang saintis forensik yang diminta meneliti petunjuk-petunjuk yang ada pada kasus pembunuhan Eva Disch tersebut. Georg Popp, menurut Murray (2004) termasuk salah satu pelopor dalam menggunakan material bumi sebagai petunjuk dalam kasus-kasus kriminal. Pada akhirnya hal ini menjadi salah satu sub-disiplin geosains yang kita kenal sebagai geologi forensik.
Geologi forensik dapat didefinisikan sebagai sub-disiplin dari geosains yang menyangkut penerapan informasi dan metodologi geologi dan lingkungan untuk menyelidiki kasus-kasus hukum. Menurut Kenneth Pye (2004) geologi forensik menyangkut segala aspek dari material bumi, termasuk di dalamnya batu, sedimen, tanah, air dan udara, serta fenomena dan proses alam yang lebih luas. Menurut IUGS Inisiative on Forensic Geology (IUGS-IFG), geologi forensik melibatkan aplikasi geosains terhadap kepolisian, investigasi hukum, yang dapat secara relevan berkaitan dengan kasus hukum yang dihadapi.
Geologi forensik sendiri tidak begitu dikenal pada awalnya, sampai pada saat diterbitkannya buku pertama mengenai geologi forensik di tahun 1975. Pada waktu itu, tulisan mengenai investigasi kriminal juga sedikit sekali (bahkan tidak sama sekali) yang mengangkat tema-tema tentang geologi forensik. Pye (2004) juga menambahkan bahwa pada saat itu masih ada penolakan dari praktisi hukum maupun kepolisian mengenai keabsahan geologi forensik. Bahkan, Pye menambahkan, banyak yang masih terkekang dengan anggapan bahwa “tanah adalah tanah, pasir adalah pasir, lumpur adalah lumpur”.
Hans Gross, pada tahun 1893, sudah berfikir jauh ke depan tentang kemungkinan pemanfaatan material bumi sebagai alat pendukung dalam investigasi kasus hukum. Hans Gross, dalam bukunya Handbook for Examining Magistrates, berujar, “Dirt on shoes can often tell us more about where the wearer of those shoes had last been than toilsome inquiries.” Dan memang pada kenyataannya material bumi memiliki ke-khasan jika kita mengamatinya dengan sangat seksama.
Bagaimana Geologi Dapat Digunakan Dalam Kasus Hukum?
Hal yang menjadi dasar penggunaan material bumi sebagai alat pendukung penyelidikan adalah luasnya keragaman jenis material bumi ini, baik tanah, batu, mineral, dan lainnya. Keragaman ini mulai dari ukuran, warna, bentuk, dan juga mineraloginya. Alat-alat modern dapat secara detil memisahkan material ini.
Ada kasus menarik yang menunjukkan keunikan setiap jenis material bumi terhadap posisi geografisnya. Kasus ini terjadi pada tahun 1925 di California, Amerika Serikat. Seorang wanita bernama J.J. Loren dibunuh dan tubuhnya dipotong-potong. Beberapa bagian tubuhnya berhasil ditemukan di daerah El Cerrito, California. Termasuk yang ditemukan adalah potongan telinga. Namun bagian tubuh lainnya belum dapat ditemukan.
Edward Heinrich meneliti dan menyimpulkan bahwa butiran pasir yang ditemukan di telinga itu tidak berasal dari lumpur dimana potongan telinga itu ditemukan. Ini artinya telinga dan potongan tubuh ini pernah dikubur di suatu tempat lain. Setelah meneliti butiran pasir ini, Heinrich menyimpulkan bahwa ada butiran pasir pantai yang menempel. Ia berasumsi bahwa butiran ini berasal dari suatu sungai yang mulai memasuki laut.
Akhirnya, setelah mempelajari peta, ia mendapatkan lokasi terdekat yaitu di Pulau Bay Farm, yang jaraknya 12 mil dari lokasi penemuan awal. Akhirnya ditemukanlah keseluruhan potongan tubuh di bawah jembatan antara Alameda dan Pulau Bay Farm.
Dasar lain dalam penerapan geologi forensik adalah asumsi bahwa setiap kontak dengan material bumi akan ada jejaknya pada barang pelaku, korban, benda, atau tempat kejadian perkara. Hal ini terjadi pada kasus pencurian ternak di Missouri, Amerika Serikat.
Dalam kasus ini, kumpulan ternak ini diduga dicuri hingga ke Montana. Awalnya tersangka menolak mengakui bahwa truk yang dipakainya untuk mencuri pernah keluar dari Montana. Namun penelitian seksama menunjukkan bahwa pecahan-pecahan rijang yang ditemukan pada bak truk berasal dari Missouri. Penelitian lebih lanjut bahkan menunjukkan bahwa rijang ini sama dengan rijang yang ada pada kandang ternak di Missouri.
Bidang Lain & Perkembangan Geologi Forensik
Selain kasus-kasus kriminal seperti pembunuhan atau pencurian, para geolog forensik juga dapat diminta bantuannya dalam kasus-kasus kejahatan lingkungan, kasus kecelakaan tambang, kecelakaan pesawat, atau kejahatan yang melibatkan batumulia atau barang tambang lain. Bahkan prinsip-prinsip geologi forensik juga bisa digunakan untuk meneliti pola kehidupan peradaban masa lalu yang telah terkubur lama.
Saat ini sudah banyak instansi pemerintah maupun swasta di luar negeri yang berkontribusi dalam pengembangan geologi forensik. Instansi pemerintah itu antara lain adalah Federal Bureau of Investigation (FBI), Japanese National Research Institute of Police Science, dan Netherland Forensic Institute.
Banyak juga lembaga swasta yang bergerak dalam bidang ini seperti McCrone Associates dan GeoForensic, Inc yang bergerak dalam bidang konsultasi geologi dan lingkungan. Bahkan pada tahun 2011, International Union of Geological Sciences (IUGS) mengesahkan pembentukan Initiatives on Forensic Geology (IFG) sebagai bagian dari IUGS yang menangani hal-hal tentang geologi forensik.
Kita melihat bahwa geologi dapat digunakan untuk menjawab teka-teki kasus-kasus kriminal dan kasus kejahatan lain. Hal ini ditunjukkan dengan mulai diakuinya cabang geologi forensik dalam suatu organisasi sekelas IUGS dan juga munculnya jasa swasta di bidang geologi forensik. Sehingga kita juga memahami bahwa geologi merupakan salah satu cabang yang pemanfaatannya luas. Walaupun perkembangan yang pesat ini baru terlihat di luar negeri, bukan tidak munkin di masa yang akan datang kebutuhan akan ahli geologi forensik di Indonesia juga meningkat. (gaj)