
Menurut DK Nature Guide Rock and Mineral, Opal berasal dari bahasa latin “opalus” yang berarti batu mulia (precious stone). Opal memang menjadi salah satu batumulia yang dicari karena keindahan permainan warnanya.
Opal termasuk batumulia yang banyak diburu dan berharga mahal. Salah satu yang terkenal di Indonesia adalah opal hitam dari Banten. Dan merupakan hal menarik untuk mengetahui bagaimana kisah terbentuknya Opal dari Banten ini.
Tulisan ini berdasarkan dari paper C. Ansori yang berjudul “Model Mineralisasi Pembentukan Opal Banten”.
Apa itu Opal?
Sebelum kita membahas bagaimana Opal di Banten terbentuk, kita akan sedikit berkenalan dengan batumulia yang indah karena permainan warnanya ini.
Opal diklasifikasikan sebagai mineraloid karena tidak membentuk kristal. Opal memiliki kekerasan 5-6 skala Mohs; specific gravity 1,9 – 2,3; goresan berwarna putih. Opal murni berwarna putih, namun kebanyakan opal muncul opak, kuning hingga merah pucat.
Komposisi kimia opal adalah SiO2.nH2O. Dimana “n” adalah presentase kandungan air. Opal bersifat transparan, tidak ada bias ganda, relief negatif, dengan keping gips berwarna merah jambu, sering ditemukan retakan berupa shatter cracks, struktur perlitic, colloform, dan banded.
Salah satu yang membuat opal menarik adalah permainan warnanya (color play). Permainan warna ini terjadi karena ada difraksi sinar pada permukaan bola silika di opal ini.
Dari mana Opal Banten Berasal?
Opal di Banten dapat ditemui di Kabupaten Lebak, utamanya di Kecamatan Sajira dan Maja. Ansori mengungkapkan bahwa batuan pembawa opal ini adalah batulempung tufan terubah yang ditindih oleh batupasir konglomeratan.
Opal dihasilkan dari proses penggantian atau pengisian koloid silika pada fosil kayu atau rongga batuan. Koloid silika sendiri dihasilkan dari pelapukan dan pelarutan batuan vulkanik akibat dari sirkulasi air tanah.
Bagaimana Opal di Banten bisa Terbentuk?
Ansori mengungkapkan bahwa mineralisasi Opal di Banten terjadi dalam 3 fase :
Fase 1. Pada kala Pliosen awal terjadi pengendapan satuan Tuf Formasi Genteng yang terdiri atas perselingan dan perulangan batulempung, batupasisr kerikilan/konglomerat aneka bahan, tuf, dan batupasir tufan sebagai endapan darat.

Fase2. Pada Pliosen Akhir hingga Plistosen Awal terjadi perlipatan, retakan, dan patahan yang meningkatkan permeabilitas batuan. Hal ini mempercepat proses pelapukan serta pergerakan air tanah. Pergerakan air tanah yang membawa koloid silika ini terjadi secara intensif dari puncak antiklin menuju sayap lipatan. Silika koloid ini terkonsentrasi pada retakan dan pori-pori batuan atau bisa juga menggantikan sisa-sisa tanaman yang sebelumnya terkubur dalam batulempung.
Konsentrasi silika koloid utamanya terjadi pada sayap antiklin sampai lembah antiklin sehingga terjadi koagulasi dan terbentuk gel silika. Dalam perjalanannya gel silika ini akan mengalami evaporasi dan pemadatan hingga terbentuklah opal.

Fase-3. Sejak Plistosen hingga Holosen proses pelapukan dan degradasi morfologi mulai terjadi secara intensif. Proses ini membentuk lembah antiklin dan juga punggungan sinklin. Pembentukan opal semakin banyak dijumpai karena semakin intensifnya proses pelapukan dan pelindian silika.

Secara umum opal Banten terbentuk akibat dari pelapukan dan proses pelindian batuan kaya silikat. Akibat proses ini terbentuklah larutan jenuh silika. Larutan ini kemudian mengendap dan terkonsentrasi secara perlahan di rongga-rongga bekas pembusukan tanaman di batulempung dan juga pada retakan-retakan yang dikeliingi lapisan impermeable.
Sumber :
Ansori, C. 2010. Model Mineralisasi Pembentukan Opal Banten. Jurnal Geologi Indonesia, Badan Geologi, Indonesia. <link : http://www.bgl.esdm.go.id/publication/index.php/dir/article_detail/272>