Produk-produk hasil erupsi gunungapi sangat beragam, mulai dari aliran lava hingga abu vulkanik. Hal ini dapat kita jumpai di banyak lokasi di Indonesia dengan relatif mudah. Wajar, karena Indonesia adalah negara dengan gunungapi terbanyak di dunia. Namun, lava pahoehoe yang ada di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda Bandung (Tahura Dago Pakar) menyimpan nilai unik tersendiri yang tak akan kita temui di wilayah lain di Indonesia. Mengapa lava pahoehoe ini begitu spesial?
Hal pertama yang membuat lava pahoehoe ini unik adalah bentuknya. Bentuknya memiliki pola-pola tertentu yang sekilas tampak seperti hasil cetakan buatan manusia. Namun jika kita melihat lebih seksama, kita dapat melihat bahwa lava yang melipat-lipat ini terbentuk secara alami. Lalu, bagaimana bisa lava membentuk pola mengkerut dan melipat semacam ini?
Penjelasan Geologi
Aliran lava adalah salah satu produk gunungapi yang umum dijumpai. Lava adalah magma yang keluar dan mengalir ke permukaan bumi. Walaupun pada akhirnya membeku mejadi batu, para ahli masih menyebutnya sebagai lava. Ketika keluar ke permukaan, lava yang mengalir sembari mengalami pembekuan ini akan membentuk berbagai tekstur yang unik. Ada dua jenis lava yang umum terbentuk di daratan, lava pahoehoe dan lava aa.
Ahli geologi sepakat bahwa lava yang yang ditemukan di Tahura termasuk ke dalam lava pahoehoe. Istilah pahoehoe berasal dari Hawaii, tempat dimana lava semacam ini umum dijumpai. Pahoehoe, dalam bahasa polinesia, memiliki arti “dimana seseorang bisa berjalan”. Lava pahoehoe memiliki ciri permukaan yang halus dan permukaannya cenderung membulat. Lava pahoehoe terbentuk pada suhu yang lebih tinggi, viskositas yang lebih rendah, dan kecepatan aliran yang lebih lambat dibanding lava aa. Dalam alirannya, lava pahoehoe dapat berubah menjadi lava aa akibat menurunnya suhu dan meningkatnya viskositas.
Lava pahoehoe sering ditemukan membentuk kerutan-kerutan dan berbentuk seperti tumpukan tali. Tekstur seperti tumpukan tali ini dikenal sebagai lava menali atau ropy lava. Terbentuknya kerutan-kerutan ini hanya mungkin jika lava terbentuk dalam kondisi yang relatif encer atau memiliki viskositas rendah. Dalam pemahaman geologi, lava ini memiliki kandungan SiO2 yang rendah (~50%). Lava pahoehoe ini umum ditemukan di wilayah dengan tatanan tektonik intraplate namun sangat jarang ditemukan di zona subduksi seperti Indonesia.

Pertanyaan muncul kemudian adalah mengapa tekstur semacam ini dapat muncul di Taman Hutan Raya Djuanda, Dago yang merupakan zona subduksi. Penelitian yang dilakukan oleh Abdurahman dan kawan-kawan (2016) menunjukkan bahwa lava ini berkomposisi andesit-basaltis dengan kandungan SiO2 sekitar 54%. Penelitian ini juga menjelaskan bahwa encernya lava diakibatkan adanya kontribusi wet java sediment pada magma yang keluar di wilayah ini.
Kita tahu bahwa Lempeng Australia menujam di bawah Lempeng Eurasia di selatan Jawa. Lempeng Australia yang menujam ini juga membawa sedimen dan air bersamaan dengan proses penujamannya. Sedimen yang terbawa ini kemudian meleleh pada kedalaman tertentu dan bercampur dengan magma yang terbentuk di bawah Jawa. Pencampuran dengan sedimen basah yang mengandung H2O terlarut ini menyebabkan magma yang keluar mengalami proses depolimerisasi dan menjadikannya relatif lebih encer dibanding magma intermediet pada umumnya. Adanya kontribusi sedimen Jawa (wet java sediment) pada magma yang keluar di Tahura ini dapat terindikasi dari tingginya rasio Thorium terhadap Ytterbium (Th/Yb) dan Barium terhadap Lhantanum (Ba/La). Oleh karena itu, produk lava yang keluar dari magma ini cukup encer untuk bisa membentuk kerutan dan lipatan seperti yang ada di Tahura.
Mekanisme Pembentukan
Ketika lava keluar dan mengalir di permukaan, bagian permukaannya akan membeku terlebih dahulu membentuk kerak sementara bagian dalamnya masih berupa lelehan. Selain itu, pasokan lava baru dari belakang juga terus mengalirkan lelehan lava baru. Ketika ujung aliran lava mengalir ini berhenti, lelehan lava bagian dalam yang tetap mengalir akan terus mendesak kerak. Ketika kerak tidak mampu lagi menahan tekanan dari lelehan lava maka lava baru ini keluar melalui rekahan.

Keluarnya lava dari rekahan di bagian atas aliran lava ini akan membentuk semacam gundukan yang dikenal dengan nama tumuli (link). Untuk kasus di Dago Pakar, aliran lava yang keluar ini terus mengalir di atas aliran lava sebelumnya. Ketika ujung aliran lava ini membeku dan berhenti, aliran yang baru terus mendorong dari belakang dan menyebabkan lipatan-lipatan seperti pada gambar. Mekanisme ini mirip ketika kita mendorong kain sprei kasur kita menggunakan tangan kita dan terbentuk kerutan pada kain sprei tersebut.
Beragam Panggilan
Lava pahoehoe ini memiliki beragam nama panggilan. Ketika kita mengunjungi Tahura Dago Pakar, kita akan menemukan papan bertuliskan batu batik yang mengarah ke lokasi tempat lava ini berada. Penamaan batu batik sangat wajar karena bentuk lava ini memang seperti motif batik. Selain itu, lava ini juga dikenal sebagai selendang dayang sumbi karena bentuknya yang menyerupai selendang yang terbentang. Legenda Tangkuban Parahu yang juga berasal dari wilayah sekitar membuat penamaan selendang dayang sumbi ini semakin punya konteks. Ada juga yang menyebutnya sebagai fosil ikan karena bentuknya juga sekilas mirip rangka ikan. Beragam penamaan ini menarik karena menjadikannya lebih mudah untuk menarik wisatawan. Tentu teman-teman kita lebih tertarik bila kita ajak melihat batu batik bukan?
Satu-satunya di Indonesia?
Walapun lava pahoehoe berbentuk menali adalah fenomena umum di dunia tetapi, sejauh ini, apa yang ada di Tahura Bandung adalah satu-satunya1 peristiwa yang amat langka di Indonesia. Oleh karenanya lava pahoehoe ini memiliki nilai warisan bumi yang sangat penting untuk penelitian dan edukasi. Apalagi bagaimana lava pahoehoe dapat muncul di zona subduksi, seperti Indonesia, masih menjadi perdebatan para ahli.
Referensi:
Abdurachman dkk. 2016. Cikapundung Lava, West Java: an Example of the Pāhoehoe Lava Type in Subduction System (link)
Schmincke. 1998. Volcanism. (link)
Ralat:
Sebelumnya dinyatakan bahwa fenomena lava pahoehoe menali di Bandung ini adalah satu-satunya di Indonesia, tetapi ditemukan lava menali lain di wilayah Banyumas (link).